[/gigya width="200" height="200" src=" http://www.widgipedia.com/widgets/orido/RamadhanSound-4551-8192_134217728.widget?__install_id=1248336094072&__view=expanded" quality="autohigh" loop="false" wmode="transparent" menu="false" allowScriptAccess="sameDomain" ]

Rabu, 13 Juni 2012

Engkau Guru, Sahabat dan Kakak

 Bila ku kenang saat bersama dengan mu wahai guru ku, ustadzah Fatimah Anwar, Al hafidzah , sungguh begitu banyak kenangan yang kita ukir. Tulisan ini ku tulis untuk mu. Awal ku mengenal mu, aku tidak suka dengan mu, entah karena sikap mu yang sangat dingin dan cuek dengan ku, saat itu aku menjadi santri baru di asrama. Aku teringat saat engkau menggetes bacaan alquran ku, dengan nada sinis engkau mengomentari semua kesalahan bacaan ku. Tanpa Senyum! Uhhhhh…….sungguh menyebalkan. Kesan pertama yang tidak aku suka! Hari berganti hari pun engkau tidak pernah bersikap bersahabat dengan ku, semakin hari sikap mu membuat aku kesal dan marah. Ingat saat dirimu mengambil dan menyita alquran terjemah ku. “nis, kamu ganti pake mushaf utsmani, belajar sendiri tuh sama kakak-kakak yang senior”, tegas nya pada ku. Ah, ucapan yang membuat hati ku bertambah jengkel, bagaimana tidak jengkel, dirimu hanya menyuruh tanpa mengajari ku.

Disaat hari pembagian kelompok tahsin dan pembina, aku tidak mau mendengar kabar bila aku harus di ajar oleh ustadzah Fatimah. Wahh….bisa mati rasa aku kalau di bina nya. Hatiku terus berdoa semoga tidak pernah berinteraksi sama nih ustadzah yang sinis dan dingin menurut ku hehe……Aku memang tidak di kelompok beliau tahsinnya, tapi hiks…hiks….beliau adalah Pembina ku untuk memperhatikan semua kegiatan dan perkembangan ku!
Namun dari sinilah bermula cinta itu tumbuh kepada mu. Awalnya aku memang tidak suka dengan sikap mu yang keras. Kalau bacaanku salah, dirimu cepat sekali marah-marah, menghujat ku malas tidak mau bermujahadah, tidak kreatif belajarnya, dan masih banyak yang lainnya. Sampai menanggis aku, aku jatuh mendengar hujatan2 mu. Uhh, 2 bulan lamanya aku suka membanjiri toilet asrama. Toilet jadi saksi menetesnya air mataku hiks…hiks!! Tapi, semakin aku mencari semangat, dari sini aku mengerti mengapa sikap mu sangat keras terhadap ku dan santri-santri lainnya. Dengan sikap tegas , dan keras mu itu sesungguhnya engkau mau membangun, melatih mental kami. Ya, mental seorang penghafal alquran. Dulu, aku tidak paham, karena aku hanya mengira menghafal alquran hanya sekadar memindahkan ayat alquran di otak. Tapi sekarang, aku paham, sangat paham. Engkau tanam di jiwa ku sikap pantang menyerah, tidak lelah, kuat akan cercaan. Karena semakin kuat azzam seorang penghafal alquran maka semakin kuat syaitan menggoda. Kini, aku sudah merasakan efek dari binaan mu, aku lebih tegar dalam menghadapi ujian Allah.
Aku hanya mengenal mu lewat mata, aku tidak mengenal mu dengan hati ustadzah. Dikala aku sakit, engkau yang mengurus ku. Engkau rela membagi waktu murojaah mu untuk mengantar ku bolak balik rumah sakit. Aku jadi teringat kisah kita saat perjalanan kita ke Rumah sakit Islam Jakarta di Cempaka putih. Berkesan, dan lucu sobat alquran, begini kisah nya:
Pagi itu, aku harus cek ke dokter saraf di RS Islam Jakarta, dari asrama kami naik motor, Ustadzah Fatimah yang memboncengku. Jarak antara ciracas ke RS sekitar 1 jam lebih lah kalau macet. Karena aku suka pingsan, jadi ustadzah Fatimah menyuruh ku memegang erat pinggangnya dan menyuruh ku untuk muroja’ah hafalan dengan suara keras selama perjalanan sampai ke RS, katanya agar dia tahu kalau aku tidak pingsan heheh…hehe…! Aku pun memuroja’ah hafalan ku, tapi orang-orang pada aneh melihat aku yang komat kamit di atas motor, pandangan orang-orang di jalan semua ke arah ku. Sesekali aku stop, capek sih, tenggorokan ku gatal. Eh, ternyata hilangnya suara ku membuat ustadzah Fatimah khawatir, sampe stop segala dia di tepi jalan hehe..eh, dengan gaya dia yang cool (sebenarnya dia itu perhatian tapi malu-malu hehe…), dia ngomel-ngomel sama aku biar jangan stop murojaah. Uh , padahal kan aku sudah bilang sama dia kalau tenggorokan ku gatal.
Sehabis konsul dari dokter, kami harus menunggu antrian cek darah. Tenggorokan ku semakin gatal “ni gara-gara ustadzah sihhhhhh, aku nggak mau lagi murojaah jerit-jerit”. Ucap ku kesal dengan nada ngambek. “ya udah..kalau kamu jatuh terus aku gak tahu, kamu mau dipegang sama laki-laki gak di kenal di jalan sana iiiiih…..hihiii”. jawab ustadzah sambil ketawa merayu ku. “nih minum”, ustadzah menyodorkan sebotol air mineral kepada ku. “gak ah, aku mau minum teh hangat”. Balas ku cuek. (sebenarnya aku haus juga sih, itu pura-pura nolak karena jual mahal hahaha……). Setelah dia merayu ku, akhirnya aku minum juga tuh air.
Dalam perjalanan pulang pun aku harus tetap wajib muroja’ah. Tapi karena kepala ku sakit, aku menyandarkan kepala ku di bahunya, jadi aku murojaah tidak harus menjerit. Dia menyuruh ku untuk memegang erat pinggangnya, sesekali dia menggenggam tangan ku, takut bila aku jatuh. Aku letih, sengaja aku tidak meneruskan murojaah ku. “nisa, eh nisa ayo murojaah”. Ucapnya. Aku diam saja. “nisa..nisa…nisa…kamu baik kan?” . Aku sengaja tidak menjawabnya. Ustadzah memegang erat tangan ku, erat sekali, dan mengusap pipi ku berkali kali. Dia benar-benar khawatir, nampak dari nya takut kehilangan ku. Tak sadar, air mata ku mengalir membasahi tangannya. Spontan ku jawab. “maaf ustadzah, aku ngantuk. aku boleh tidur di bahu ustadzah”. “Boleh, tapi bangun lagi ya”, jawabnya lega.
Kenangan yang tak akan bisa aku lupakan, bukan hanya itu saja, banyak sekali kebaikan-kebaikan mu ustadzah, ketika aku sakit engkau selalu ada disampingku. Menyiapkan obat, menyuapi aku obat, membuatkan aku jamu dan memberi semangat. Terkadang aku suka senyum-senyum sendiri bila mengenang masa-masa itu, ketika aku kabur lari tidak mau setoran hafalan, karena engkau memberiku syarat harus minum jamu buatan mu yang pahiiiiiiiiiit sekali itu sebelum setoran hafalan. Ingat kah kau, aku bersembunyi dibawah meja. Terus aku imtihan di bawah kolong meja.Hii….hii ,lucu.
Aku merasa engkau bukan hanya seorang guru, tak sekedar guru yang mengajar alquran saja. Tapi aku merasakan engkau sebagai sahabat ku, sangat terasa ketika kita bicara dari hati ke hati berduaan saja di kamar mu. Di situ engkau bukan sosok ustadzah yang aku kenal, tapi dirimu berubah menjadi sosok sahabat.Dekat, hangat dan pengertian. Kata-kata mu dengan mengunakan alquran selalu membangkitkan gelora semangat ku.  Namun, di sisi lain kau juga bisa menjadi sosok seorang kakak untuk ku. Aku terharu ketika dirimu sengaja cepat pulang dari acara mabit hanya karena takut terjadi apa-apa dengan diriku. Di malam itu, kau menyelimuti tubuh ku dengan jaket mu, padahal aku tahu kau juga sedang kedinginan, tangan mu tiada henti memijat telapak kaki ku, dan kau jaga aku dari gigitan nyamuk. Kak Fatimah, aku berbahagia bisa dipertemukan oleh Allah dengan mu. Banyak pengalaman berharga yang bisa aku ambil dari sosok mu. Tapi, sekarang semua hanya kenangan, jasad kita tidak lagi bersama, tapi aku yakin ruh kita menyatu karena jalan alquran ini. Ukhuwah kita masih menyatu bahkan menguncangkan ‘arsy. Aku berharap kita di kumpulkan lagi kelak di taman huffazh akhirat. Masih begitu banyak kebaikan mu yang tidak bisa aku tulisankan semua di sini, biarlah hanya Allah yang membalasnya.
Wahai guru ku…………
Manis senyum mu…….
Luhur budi pekertimu…
Wahai sahabat ku…….
Marah mu adalah kasih sayang …….
Semangat mu adalah alquran…..
Wahai Kakak ku……
Hangatnya dekapan mu,,,,
Membawa ku ke alam mimpi…….
Sejuknya belaian mu…..
Membuat hati menyatu dalam ikatan doa-doa kita…….
Special for
Ustadzah ku, sahabat ku, kakak ku Fatimah Al-hafidzah

0 komentar:

Posting Komentar